Peluncuran dan Diskusi Buku Inkubator Literasi Pustaka Nasional 2021


” Menulis itu bagi saya sudah bukan rutinitas, tapi kecanduan, kalau tidak menulis rasanya tidak enak” kutipan yang sering dilontarkan Bupati Suprawoto. Bagi Bupati Suprawoto, notabene seorang Kepala Daerah yang sekaligus juga hobi menulis, waktu adalah peluang. Kita tidak boleh menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tidak produktif. “Kenapa saya menulis, karena saya ingin dikenal. Cara mengenalkan diri secara elegan salah satunya dengan menulis. Menulis itu bisa menembus ruang dan waktu. Jika arsitek membuat monumen bangunan, maka seorang penulis membuat monumen buku” tutur beliau.
.
Bupati Suprawoto tidak hanya menulis dalam bahasa Indonesia, tetapi juga dalam bahasa daerah (Jawa) karena kewajibannya melestarikan budaya sebagai orang Jawa.
Itulah hal yang disampaikan Bupati Suprawoto saat didapuk menjadi narasumber pada acara “Peluncuran dan Diskusi Buku Inkubator Literasi Pustaka Nasional 2021” yang digelar oleh Perpusnas RI, secara virtual, Rabu (03/11/2021).
.
Tentunya beliau tak sendiri, Bupati Suprawoto bersama dengan para pustakawan ternama lainnya seperti Gol A Gong (Penulis, Duta Baca Indonesia), Yanuardi Syukur (Penulis, Presiden Rumah Produktif Indonesia), Hestu Wibowo (Penyelenggara ILPN, Kepala Perwakilan BI Jember), Rotmianto Mohamad (Penulis ILPN, Pustakawan), dan Dayu Rifanto (Penulis ILPN, Pegiat Literasi).
Acara tsb dimoderatori oleh Edi Wiyono (Pemred Perpusnas Press, Pustakawan), dan tentunya dengan Keynote Speech adalah Muh. Syarif Bando (Kepala Perpustakaan Nasional RI.).
.
Inkubator Literasi Pustaka Nasional (ILPN) merupakan salah satu upaya untuk mendorong pengembangan perbukuan dan penguatan konten literasi demi terwujudnya masyarakat yang lebih literated. Diharapkan akan lahir penulis-penulis handal dari seluruh penjuru nusantara.
.
Kepala Perpusnas RI, Muh. Syarif Bando menyampaikan tantangan saat ini adalah bagaimana meningkatkan budaya membaca masyarakat. Menurutnya, sesuai standar Unesco, idealnya setiap tahun terbit 3 (tiga) buku untuk setiap orang. ” Kalau kita kerjasama nilainya satu, kalau kita kolaboratif maka nilainya akan semakin tinggi.
Indonesia kekurangan buku, Indonesia butuh penulis, Indonesia memiliki banyak peradaban yang perlu dieksplorasi, sinergi dan kolaborasi adalah kuncinya” terangnya.
(Prokopim/edh/pri/KD1).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *